MODERASI BERAGAMA
Bangsa Indonesia yang begitu kaya dengan beragamnya suku, bahasa,
ras, dan agama seharusnya menjadi potensi yang besar sehingga Indonesia menjadi
Negara yang besar, berdiri sama tinggi ditataran antar bangsa di dunia, akan
tetapi perbedaan yang ada tidak berbanding lurus dengan harap, masih banyak
perilaku kekerasan dan kerusuhan atas
nama sebuah perbedaan. Indonesia sebagai bangsa yang mempunyai semboyan bhineka
tunggal, di mana para pendiri bangsa menginginkan persatuan dan kesatuan
sebagai bangsa Indonesia. Salahsatunya dikarenakan hilangnya rasa toleransi,
hasil penelitian survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) bahwa sebanyak 31%
mahasiswa tidak toleran (Etikasari, 2018). Tanpa adanya tindakan yang cepat
tentunya akan menjadi masalah yang besar, terutama generasi muda sebagai
generasi penerus dan pewaris bangsa akan menjadi korban yang apabila masalah
tersebut dibiarkan.
“Moderat atau (al-whasatiyah) merujuk pada makna yang pertama
adalah baik dan adil terhadap sesama, makna yang kedua adalah berimbang
sehingga tidak berlebihan, makna yang ketiga adalah tidak condong dan berada
ditengah” (Purwanto et al., 2019:110). “Moderasi atau (al-wasthiyah) mempunyai
kesamaan dengan al-tawasuth atau al-tawazun adalah menjaga keseimbangan dua
sisi sehingga tidak berat sebelah” (Bustomi & Zuhairi, 2021). “Agama secara
bahasa sansakerta berati tidak, melepaskan manusia dari belenggu kekacauan.
Agama diartikan juga religi, religie, religion, yang berarti melakukan
peribadatan secara terus menerus tanpa henti, bahkan secara mati-matian”
(Amallia, 2019), “agama adalah keyakinan yang mengubah menjadi sebuat sikap dan
perilaku” (Djamal, 2017). “Al-Qur’an, memberi arti agama dalam kata “diin” atau
Melukiskan perasaan” (Surya, 2020). Robert Thouless mendefinisikan “agama
menunjukan sikap yang lebih luas dari dunia dan tidak terbatas ruang, waktu dan
yang meliputi kesatuan jasmani rohani” (Ummah & Khuriyah, 2021). “Adil,
seimbang, memilih yang benar dalam menyikapi sebuah konsep berkaitan dengan
keberagamaan diartikan moderasi beragama, moderasi sebagai “adil” tidak
memihak, memilih kepada hal yang benar dan lawan dari kesewenang-wenangan”
(Putri & Fadlullah, 2022), “memberikan ruang kepada yang berbeda secara
agama dan memegang teguh terhadap keyakinan dan menjalankan ajarannya diartikan
moderasi beragama (Khotimah, 2020), terciptanya moderasi beragama dapat dilihat
dari indikatornya adalah komitmen kuat terhadap Negara dan bangsa, toleransi,
antikekerasan, dan mencintai budaya local” (Rahayu & Lesmana, 2020).
BELA NEGARA
4
Komentar
Posting Komentar