PENGERTIAN AGAMA MENURUT PARA AHLI
Mohammad Syafaat dalam Syamsu Yusuf memberikan pengertian mengenai
agama
sebagai berikut:
Agama berasal dari bahasa sansakerta berarti tidak kacau (a = tidak, gama = kacau). Dengan kata lain, agama merupakan tuntutan hidup yang dapat membebaskan manusia dari kekacauan. Di dunia Barat terdapat suatu istilah umum untuk pengertian agama ini, yaitu: religi, religie, religion, yang berarti melakukan suatu perbuatan dengan penuh penderitaan atau mati-matian; perbuatan ini berupa usaha atau sejenis peribadatan yang dilakukan berulang-ulang.[1]
Para ahli ilmu jiwa (psikolog) banyak yang secara khusus mendalami
tentang agama walaupun dibahas secara umum, bagaimana seorang yang agama dapat
diamati fungsi dan keyakinan seseorang sehingga berpengaruh terhadap sikap dan
tingkah laku, lahir batin pada diri manusia.[2] Beberapa para pakar
psikologi yang memberikan pengertian agama menurut pandangannya seperti Frazer,
agama adalah mencari kekuatan dan kekuasaan yang lebih tinggi daripada manusia,
bisa ditafsirkan mencari pemilik kekuatan dan kekuasaan yang tertinggi yang dapat
mengendalikan, menahan dan melancarkan kehidupan manusia. James Martineau, agama
adalah “kepercayaan kepada yang hidup abadi”, sebuah pengakuan terhadap adanya penguasa yang maha abadi yang tidak
tidak akan mati. Mattegart, agama adalah “suatu keadaan jiwa atau lebih tepat keadaan emosi yang berdasarkan
kepercayaan akan keserasian diri kita dengan alam semesta”, setiap manusia mempunyai jiwa yang saling keterkaitan antara satu
yang lainnya harus saling beriringan seperti manusia dengan alam yang saling
membutuhkan.[3]
Syamsu
Yusuf mengutip pandangan Emile Durkheim yang mengartikan agama sebagai perasaan pribadi yang diturunkan
pendahulu sehingga terbentuklah suatu
peniruan terhadap modus-modus, ritual-ritual, aturan-aturan, konvensi-konvensi
dan praktik-praktik yang secara sosial telah mantap selama generasi demi
generasi. Ogburn dan Nimhoff mengartikan agama sebagai cara manusia menyelesaikan masalah
dengan pola kepercayaan, sikap emosional dan ritual yang dilakukan manusia. W. H. Clark berpendapat bahwa agama merupakan pengalaman dunia dalam
seseorang tentang ketuhanan disertai keimanan dan peribadatan.[4]
Pengertian
agama dalam pandang keislaman, di antaranya seperti yang diungkapkan M. Natsir,
agama merupakan satu kepercayaan dan cara hidup yang mengandung faktor-faktor
antara lain (a) percaya kepada Allah SWT sebagai sumber dari segala hukum dan
nilai-nilai dalam kehidupan, (b) percaya kepada wahyu Tuhan yang disampaikan
kepada utuasannya yaitu para Rasul-Nya, (c) percaya dengan keterkaitan antara
Allah SWT dengan manusia yang tidak terpisahkan, (d) percaya keterkaitan
anatara Allah SWT dengan manusia terjadi dalam kehidupan sehari-hari, (e)
percaya bahwa matinya seseorang hanya roh yang meninggalkan jasad dan rohnya
tetap hidup, (f) percaya bahwa ibadah adalah cara mendekatkan diri pada Allah
SWT, dan (g) percaya kepada mencari keridhaan Allah SWT sebagai tujuan hidup di
dunia ini.[5]
Al-Qur’an, memberikan pengertian agama dengan
kata “diin”. Shihab berpendapat sangat mudah diucapkan dan mudah untuk memberikan kepada orang
awam tapi tentunya sulit untuk menentukan batas khususnya
untuk para pakar. Menurut Shihab disebabkan harus adanya
penjelasan secara ilmiah di mana adanya rumusan yang mampu menghimpun semua
unsur yang didefinisikan dan sekaligus mengeluarkan yang tidak termasuk
unsurnya. Sedangkan orang
awam memiliki kemudahan dalam memahaminya agama dengan perasaan yang mereka
lukiskan.[6]
Shihab
berpendapat tidak mudah
memberikan pengertian agama, apalagi agama sangat beragam. Ajaran agama akan
berpengaruh terhadap sudut pandang seseorang terhadap agamanya.[7] Pengertian
agama, sebagai pengabdian
manusia sebagai mahluk kepada Allah SWT sebagai khaliqnya yang tercermin dalam
kehidupan sehari-harinya dalam bentuk ibadah dan sikapnya .[8]
Menurut
seorang Abdullah Badran dalam bahwa yang dikatakan agama itu merupakan keterkaitan
yang pertama mempunyai kedudukan lebih tinggi dari pada yang kedua.[9]Artinya
agama adalah sebagai fasilitas mahluk untuk mengabdi kepada khaliqnya, karena
tugas utama manusia adalah ibadah yang sesuai dengan penjelasan al-Quran, Allah
SWT sebagai penguasa memberikan balasan kepada mahluknya yang beribadah.
Robert
Thouless mendefinisikan agama sebagai suatu sikap terhadap dunia, sikap yang menunjuk
kepada suatu lingkungan yang lebih luas dari pada lingkungan dunia yang
bersifat ruang dan waktu, lingkungan yang lebih luas itu adalah dunia rohani.[10]Jika
Thouless menekankan agama sebagai sikap, maka William James berpendapat lebih
luas dari itu. Seperti yang dikutip dari oleh Elizabeth K. Nottingham, James
menyatakan bahwa yang dimaksud dengan agama adalah perasaan, tindakan, dan
pengalaman seseorang dalan kesendirian yang saling berhubungan dengan yang
dianggap oleh mereka sebagai Tuhan.[11]
Ulama Mesir pengarang kitab Al-Fatawa,
Syaikh Mahmud Syaltut mendefinisikan agama sebagai aturan yang diturunkan oleh Allah SWT yang
melalui utusannya para Rasul sebagai pedoman bagi manusia. Seorang ahli bahasa di Oxford University, Martin H. Manser memberi pengertian agama (religion) sebagai: “Belief in and worship of God
or gods, particular system of faith and worship based on such belief”.[12] Pada
prinsipnya, pendefinisian terhadap agama ini tidak menemukan titik terang yang
mutlak sebagaimana dalam mendefinisikan konsep belajar, bahkan yang terakhir
tahun 1969, seorang ahli jiwa agama, W. H. Clark masih dengan tegas mengakui
bahwa tidak ada yang lebih sukar daripada mencari kata-kata yang dapat
digunakan untuk membuat definisi untuk agama, karena pengalaman agama bersifat subjektif,
intern dan individual, di mana setiap orang akan merasakan pengalaman agama yang
berbeda dari orang lain.[13]
[1]Syamsu Yusuf, Psikologi
Belajar Agama (Perspektif Pendidikan Agama Islam), (Bandung, Pustaka Bani
Quraisy: 2003), cet. ke-2, hlm. 10.
[2] Ramayulis, Psikologi
Agama, (Jakarta, Kalam Mulia: 2009), cet. ke-9, hlm. 6.
[3] Zakiah Daradjat, Ilmu
Jiwa Agama hlm. 24.
[4]Syamsu Yusuf, Psikologi
Belajar Agama, hlm. 10.
[5]Syamsu Yusuf, Psikologi
Belajar Agama., hlm. 11.
[6]Shihab, M. Quraish, Membumikan
Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, Cet. XI, 1995) hlm. 209.
[7] Shihab, M. Quraish,
Wawasan Al Qur’an, (Bandung, Mizan), hlm. 375
[8]Ibid., hlm. 210.
[9]Ibid., hlm. 209.
[10]Martin H. Manser, Oxford Learner’s Pocket Dictionary, (Oxford University, Second Edition, 1991) hlm. 349.
[11]Nottingham, Elizabeth K.,
Agama dan Masyarakat: Suatu Pemngantar Sosiologi Agama, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, Cet. VI, 1996), hlm.
2.
[12]Shihab, M. Quraish, Wawasan
Al Qur’an, (Bandung:
Mizan, 1996),
hlm.
375.
[13]Zakiah Daradjat, Ilmu jiwa
Agama, hlm. 3.
Komentar
Posting Komentar