MASYARAKAT MADANI
MASYARAKAT MADANI
Petrus sang ahli filsafat menjelaskan Masyarakat Madani (dalam bahasa
Inggris: civil society) dapat diartikan sebagai suatu
masyarakat yang beradab dalam membangun, menjalani, dan mamaknai kehidupannya. Kata madani sendiri
berasal dari bahasa Inggris yang artinya civil atau civilized (beradab). Istilah
masyarakat madani adalah terjemahan dari civil atau civilized society, yang
berarti masyarakat yang berperadaban.Untuk
pertama kali istilah Masyarakat Madani dimunculkan oleh Anwar Ibrahim,
mantan wakil perdana menteri Malaysia. Menurut
Anwar Ibrahim, masyarakat madani merupakan sistem sosial yang subur berdasarkan
prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan individu dengan
kestabilan masyarakat. Inisiatif
dari individu dan masyarakat akan berupa pemikiran, seni, pelaksanaan
pemerintah yang berdasarkan undang-undang dan bukan nafsu atau keinginan
individu.
Dawam Rahardjo mendefinisikan
masyarakat madani sebagai proses penciptaan peradaban yang mengacu kepada
nilai-nilai kebijakan bersama.Dawam
menjelaskan, dasar utama dari masyarakat madani adalah persatuan dan integrasi
sosial yang didasarkan pada suatu pedoman hidup, menghindarkan diri dari
konflik dan permusuhan yang menyebabkan perpecahan dan hidup dalam suatu persaudaraan. Masyarakat
Madani pada prinsipnya memiliki multimakna, yaitu masyarakat yang demokratis,
menjunjung tinggi etika dan moralitas, transparan, toleransi, berpotensi,
aspiratif, bermotivasi, berpartisipasi, konsisten memiliki bandingan, mampu
berkoordinasi, sederhana, sinkron, integral, mengakui, emansipasi, dan hak
asasi, namun yang paling dominan adalah masyarakat yang demokratis.
Masyarakat madani adalah kelembagaan
sosial yang akan melindungi warga negara dari perwujudan kekuasaan negara yang
berlebihan.[4] Bahkan
Masyarakat madani tiang utama kehidupan politik yang demokratis.[4] Sebab
masyarakat madani tidak saja melindungi warga negara dalam berhadapan dengan
negara, tetapi juga merumuskan dan menyuarakan aspirasi masyarakat.
Daftar isi
Sejarah
Filsuf Yunani Aristoteles(384-322)
yang memandang civil society sebagai sistem kenegaraan atau identik dengan
negara itu sendiri. Pandangan
ini merupakan fase pertama sejarah wacana
civil society. Pada
masa Aristoteles civil society dipahami sebagai sistem kenegaraan dengan
menggunakan istilah ‘’koinonia politike’’, yakni sebuah komunitas politik
tempat warga dapat terlibat langsung dalam berbagai percaturan ekonomi-politik
dan pengambilan keputusan. Rumusan
civil society selanjutnya dikembangkan oleh Thomas Hobbes (1588-1679 M ) dan John Locke (1632-1704), yang memandangnya
sebagai kelanjutan dari evolusi natural society. Menurut
Hobbes, sebagai antitesa Negara civil society mempunyai peran untuk meredam
konflik dalam masyarakat sehingga ia harus memiliki kekuasaan mutlak, sehingga
ia mampu mengontrol dan mengawasi secara ketat pola-pola interaksi (prilaku
politik) setiap warga Negara. Berbeda
dengan John Locke, kehadiran civil society adalah
untuk melindungi kebebasan dan hak milik setiap warga Negara.
Fase kedua, pada tahun 1767 Adam Ferguson mengembangkan wacana civil society dengan konteks sosial dan politik diSkotlandia. Ferguson, menekankan visi etis pada civil society dalam kehidupan sosial. Pemahamannya ini lahir tidak lepas dari pengaruh dampak revolusi industri dan kapitalisme yang melahirkan ketimpangan sosial yang mencolok.
Fase ketiga'ANGGUN 14510048', pada tahun 1792 Thomas Paine mulai memaknai wacana civil society sebagai sesuatu yang berlawanan dengan lembaga Negara, bahkan dia dianggap sebagai antitesa Negara. Menurut pandangan ini, Negara tidak lain hanyalah keniscayaan buruk belaka.Konsep Negara yang absah, menurut mazhab ini, adalah perwujudan dari delegasi kekuasaan yang diberikan oleh masyarakat demi terciptanya kesejahteraan bersama.Semakin sempurna sesuatu masyarakat sipil, semakin besar pula peluangnya untuk mengatur kehidupan warganya sendiri.
Fase keempat, wacana civil society selanjutnya
dikembangkan oleh Hegel (1770-1837 M), Karl Marx (1818-1883 M) danAntonio
Gramsci (1891-1937 M).[2] Dalam
pandangan ketiganya civil society merupakan elemen ideologis kelas dominan.[2]
Fase kelima, wacana civil society sebagai reaksi
terhadap mazhab Hegelian yang dikembangkan oleh Alexis de Tocqueville(1805-1859 M). Pemikiran
Tocqueville tentang civil society sebagai kelompok penyeimbang kekuatan Negara. Menurut
Tocqueville, kekuatan politik dan masyarakat sipil merupakan kekuatan utama
yang menjadikan demokrasi Amerika mempunyai daya tahan yang kuat.Adapun
tokoh yang pertama kali menggagas istilah civil society ini adalah Adam
Ferguson dalam bukunya ”Sebuah Esai tentang Sejarah Masyarakat Sipil’’ (An
Essay on The History of Civil Society) yang terbit tahun 1773 di Skotlandia. Ferguson
menekankan masyarakat madani pada visi etis kehidupan bermasyarakat.Pemahamannya
ini digunakan untuk mengantisipasi perubahan sosial yang diakibatkan oleh
revolusi industri dan munculnya kapitalisme, serta mencoloknya perbedaan antara
individu.
Konsep
Masyarakat Madani
Masyarakat madani merupakan konsep yang berwayuh wajah. Memiliki banyak arti atau sering diartikan dengan makna yang berbeda – beda. Bila merujuk pada pengertian dalam bahasa Inggris, ia berasal dari kata civil society atau masyarakat sipil, sebuah kontraposisi dari masyarakat militer.
Istilah masyarakat madani selain
mengacu pada konsep civil society, juga berdasarkan pada konsep
negara-kota Madinah yang dibangun Nabi Muhammad
SAW pada tahun 622 M. Masyarakat
madani juga mengacu pada konsep tamadhun (masyarakat yang beradaban) yang diperkenalkan
oleh Ibn Khaldun, dan konsep Al Madinah al
Fadhilah (Madinah sebagai Negara Utama) yang diungkapkan oleh
filsuf Al-Farabi pada
abad pertengahan.
Menurut Dr. Ahmad Hatta, peneliti pada
Lembaga Pengembangan Pesantren dan Studi Islam, Al Haramain, Piagam
Madinah adalah dokumen penting yang membuktikan betapa sangat
majunya masyarakat yang dibangun kala itu, di samping juga memberikan penegasan
mengenai kejelasan hukum dan konstitusi sebuah masyarakat. Bahkan,
dengan menyetir pendapat Hamidullah (First Written Constitutions in the World,
Lahore, 1958), Piagam Madinah ini adalah konstitusi
tertulis pertama dalam sejarah manusia. Konstitusi ini
secara mencengangkan telah mengatur apa yang sekarang orang ributkan tentang
hak-hak sipil (civil rights), atau lebih dikenal dengan hak asasi manusia (HAM),
jauh sebelum Deklarasi Kemerdekaan Amerika (American
Declaration of Independence, 1997), Revolusi
Prancis (1789), danDeklarasi
Universal PBB tentang HAM (1948) dikumandangkan.
Sementara itu konsep masyarakat madani
atau dalam khazanah Barat dikenal sebagai civil society (masyarakat sipil),
muncul pada masa pencerahan (Renaissance) di Eropa melalui
pemikiran John Locke dan Emmanuel Kant. Sebagai
sebuah konsep, civil society berasal dari proses sejarah panjang
masyarakat Barat yang
biasanya dipersandingkan dengan konsepsi tentang state (negara).[6] Dalam
tradisi Eropa abad
ke-18, pengertian masyarakat sipil ini dianggap sama dengan negara (the state),
yakni suatu kelompok atau kesatuan yang ingin mendominasi kelompok lain.
==Unsur-unsur Masyarakat Madani==
Masyarakat madani tidak muncul dengan
sendirinya. Ia
menghajatkan unsur- unsur sosial yang menjadi prasayarat terwujudnya tatanan
masyarakat madani. Beberapa
unsur pokok yang dimiliki oleh masyarakat madani adalah:
·
Adanya Wilayah Publik yang Luas
Free Public Sphere adalah
ruang publik yang bebas sebagai sarana untuk mengemukakan pendapat warga
masyarakat.Di
wilayah ruang publik ini semua warga Negara memiliki posisi dan hak yang sama
untuk melakukan transaksi sosial dan politik tanpa rasa takut dan terancam oleh
kekuatan – kekuatan di luar civil society.
·
Demokrasi
Demokrasi adalah
prasayarat mutlak lainnya bagi keberadaan civil society yang murni (genuine).[2] Tanpa
demokrasi masyarakat sipil tidak mungkin terwujud. Demokrasi
tidak akan berjalan stabil bila tidak mendapat dukungan riil dari masyarakat.Secara
umum demokrasi adalah suatu tatanan sosial politik yang bersumber dan dilakukan
oleh, dari, dan untuk warga Negara.
·
Toleransi
Toleransi adalah sikap saling
menghargai dan menghormati perbedaan pendapat.
·
Pluralisme
Kemajemukan atau pluralisme merupakan
prasayarat lain bagi civil society. Pluralisme
tidak hanya dipahami sebatas sikap harus mengakui dan menerima kenyataan sosial
yang beragam, tetapi harus disertai dengan sikap yang tulus untuk menerima
kenyataan perbedaan sebagai sesuatu yang alamiah dan rahmat Tuhan yang bernilai
positif bagi kehidupan masyarakat.
·
Keadilan social
Keadilan sosial adalah adanya
keseimbangan dan pembagian yang proporsional atas hak dan kewajiban setiap
warga Negara yang mencakup seluruh aspek kehidupan: ekonomi, politik, pengetahuan
dan kesempatan.[2] Dengan
pengertian lain, keadilan sosial adalah hilangnya monopoli dan pemusatan salah
satu aspek kehidupan yang dilakukan oleh kelompok atau golongsn tertentu.
Ciri-ciri
Masyarakat Madani
Merujuk pada Bahmuller (1997), ada
beberapa ciri-ciri masyarakat madani, antara lain:
·
Terintegrasinya individu – individu dan
kelompok – kelompok eksklusif ke dalam masyarakat melalui kontrak sosial dan
aliansi sosial.
·
Menyebarnya kekuasaan sehingga
kepentingan – kepentingan yang mendominasi dalam masyarakat dapat dikurangi
oleh kekuatan – kekuatan alternatif.
·
Terjembataninya kepentingan –
kepentingan individu dan negara karena keanggotaan organisasi – organisasi
volunter mampu memberikan masukan – masukan terhadap keputusan – keputusan
pemerintah.
·
Meluasnya kesetiaan (loyalty) dan
kepercayaan (trust) sehingga individu – individu mengakui keterkaitannya dengan
orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri (individualis).
·
Adanya pembebasan masyarakat melalui
kegiatan lembaga – lembaga sosial dengan berbagai perspektif.
Pilar Penegak
Masyarakat Madani[sunting | sunting sumber]
Pilar penegak masyarakat madani adalah
institusi-institusi yang menjadi bagian dari sosial kontrol yang berfungsi
mengkritisi kebijakan-kebijakan penguasa yang diskriminatif serta mampu
memperjuangkan aspirasi masyarakat yang tertindas. Pilar-pilar
tersebut antara lain:
Lembaga Swadaya Masyarakat adalah
institusi sosial yang dibentuk oleh swadaya masyarakat yang tugas utamanya
adalah membantu dan memperjuangkan aspirasi dan kepentingan masyarakat yang tertindas. LSM
dalam konteks masyarakat madani bertugas mengadakan pemberdayaan kepada
masyarakat mengenai hal-hal yang signifikan dalam kehidupan sehari-hari,
misalnya mengadakan pelatihan dan sosialisasi program-program pembangunan
masyarakat.
·
Pers
Pers adalah institusi yang berfungsi untuk mengkritisi dan menjadi bagian dari sosial kontrol yang dapat menganalisa serta mempublikasikan berbagai kebijakan pemerintah yang berhubungan dengan warga negaranya. Selain itu, pers juga diharapkan dapat menyajikan berita secara objektif dan transparan.
·
Supremasi Hukum
Setiap warga negara , baik yang duduk dipemerintahan atau sebagai rakyat harus tunduk kepada aturan atau hukum. Sehingga dapat mewujudkan hak dan kebebasan antar warga negara dan antar warga negara dengan pemerintah melalui cara damai dan sesuai dengan hukum yang berlaku. Supremasi hukum juga memberikan jaminan dan perlindungan terhadap segala bentuk penindasan individu dan kelompok yang melanggar norma-norma hukum dan segala bentuk penindasan hak asasi manusia.
Perguruan tinggi merupakan tempat para aktivis kampus (dosen dan mahasiswa) yang menjadi bagian kekuatan sosial dan masyarakat madani yang bergerak melalui jalur moral porce untuk menyalurkan aspirasi masyarakat dan mengkritisi berbagai kebijakan-kebijakan pemerintah. Namun, setiap gerakan yang dilakukan itu harus berada pada jalur yang benar dan memposisikan diri pada real dan realitas yang betul-betul objektif serta menyuarakan kepentingan masyarakat. Sebagai bagian dari pilar penegak masyarakat madani, maka Perguruan Tinggi memiliki tugas utama mencari dan menciptakan ide-ide alternatif dan konstruktif untuk dapat menjawab problematika yang dihadapi oleh masyarakat.
Partai Politik merupakan wahana bagi
warga negara untuk dapat menyalurkan aspirasi politiknya.[2] Partai
politik menjadi sebuah tempat ekspresi politik warga negara sehingga partai
politik menjadi prasyarat bagi tegaknya masyarakat madani.
Referensi
1. Qodri
Azizy. 2004. Melawan Golbalisasi Reinterpretasi Ajaran Islam: Persiapan
SDM dan Terciptanya Masyarakat Madani. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004),
hlm 126-128.
2. Komaruddin
Hidayat dan Azyumari Azra. Demokrasi, Hak Asasi Manusai dan Masyarakat
Madani.Jakarta : ICCE UIN Hidayatullah Jakarta dan The Asia
Foundation, 2006, hal. 302-325.
3. H.A.R
Tilaar. Pendidikan, Kebudayaan Dan Masyarakat Madani Indonesia.
Bandung : PT Remaja Rosdakarya dengan Yayasan Adikarya IKAPI dan The Ford
Foundation), 2002 hal. 5.
4. M.Dawan
Rahardjo. Masyarakat Madani: Agama, Kelas Menengah dan Perubahan Sosial.
Jakarta: LP3ES, 1999. hal. xxiii.
5.
Burhanuddin,
2003 Civil Society & Demokrasi: Survey tentang Prtisipasi
Sosial-Politik Warga Jakarta. Ciputat: Indonesian Insitute for Civil Society (INCIS). hal 49
6. Azyumardi
Azra, Menuju Masyarakat Madani. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2004), hlm 9-11.
KLIK LINK PPT: MASYARAKAT MADANI
Komentar
Posting Komentar